Wah, Pembatasan Kendaraan di Beijing Ternyata Lebih Kejam Dari Ganjil Genap di Jakarta

29/10/2018 | Fatchur Sag

Meningkatnya pertumbuhan kendaraan di ibu kota berimbas pada meningkatnya kemacetan dan polusi. Sudah pasti kondisi ini mengurangi tingkat kenyamanan berlalu lintas. Sistem ganjil genap pun diberlakukan dengan harapan kepadatan bisa berkurang. Semua mobil pribadi hanya bisa melintas sesuai jadwal harinya masing-masing.

>>> Mengenal Lambang Rambu Lalu Lintas Jalan Beserta Maknanya

Gambar perpanjangan ganjil genap di ruas jalanan Jakarta

Ganjil genap, salah satu upaya pemerintah DKI mengurangi volume kendaraan di jalan raya

Meski dinilai positif oleh banyak kalangan termasuk kepolisian, tak semua orang sepenuhnya setuju kebijakan ini. Sebagian pemilik mobil mengeluhkan karena mengurangi kepraktisan mobilitas mereka. Meski demikian mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno, menuturkan pemilik mobil seharusnya berterima kasih kepada pemerintah terkait aturan ganjil genap ini karena dianggap masih sangat toleran. Di Beijing pembatasan mobil di jalan raya malah lebih kejam lagi untuk menekan volume kendaraan secara besar-besaran dan mengurangi polusi.

"Kebijakan seperti ini kalau di Indonesia lebih toleran kalau saya lihat di Beijing itu lebih kejam, dan itu semuanya dimulai saat Olimpiade 2008. Karena apa, polusi udaranya tinggi, setelah diterapkan masyarakatnya malah minta," katanya.

Djoko menjelaskan, pembatasan kendaraan di Beijing tidak dilakukan dengan ganjil genap, tapi menggunakan angka akhir pelat nomor, seperti Senin yang boleh melintas adalah kendaraan dengan pelat angka 8 dan 2, Selasa ganjil 1 dan 9, Rabu 6 dan 4, Kamis 7 dan 3, Jumat 0 dan 5. Jadwal semacam ini dirotasi setiap 3 bulan, namun tidak berlaku di akhir pekan dan hari libur nasional.

>>> Klik sini untuk simak tulisan review mobil lainnya

Foto kepadatan lalu lintas di kota Beijing China

Lalu lintas di kota Beijing China tak kalah padat dari Jakarta

Meski dibatasi secara ketat, warga Beijing tidak kesulitan dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sebab pemerintah sudah menyiapkan segalanya sebagai ganti kendaraan pribadi seperti ketersediaan angkutan umum yang memadai dan nyaman, serta tarif MRT yang murah dengan banyak tempat parkir dan halte.

"Tentunya di sana kebijakan lainnya juga sudah diterapkan, misalnya naik angkutan umumnya murah dan banyak, MRT-nya itu 10.000 km kita 1.200-an ya, dalam sehari bisa nembus 10 juta orang, naik kereta cuma 2 yuan atau 4 ribu, naik kereta 1 yuan atau seribu, parkirnya bisa 20 sampai 40 kali lipat ditekan sama dia," tutur Djoko.

>>> Orang Kaya Tak Terpengaruh Ganjil Genap, Ini Sebabnya!

Apakah ini bisa diterapkan di Indonesia? Belum tentu juga. Meski sama-sama membatasi bukan berarti sistem dan caranya harus sama dengan negara lain dikarenakan perbedaan kondisi lalu lintas dan karakter warganya. Kalau di Beijing warganya tidak mempermasalahkan menggunakan transportasi umum, di Jakarta masih banyak yang coba-coba. Beberapa orang yang punya kelebihan duit malah mengakalinya dengan membeli mobil bekas dengan pelat nomor yang berbeda.

"Kalau permanen pasti orang ada cara-cara lain, baik dengan membeli mobil baru atau bekas supaya ada pilihan ganjil dan genap. itu potensinya ada 30 persen yang mengatakan kalau ganjil genap permanen (berdasarkan hasil survei) akan membeli mobil baru," tutur Kepala Badan Litbang Perhubungan Sugihardjo di Hotel Grand Mercure Jakarta, Kamis (25/10/2018) lalu.

Dengan diperpanjangnya ganjil genap hingga akhir tahun diharapkan warga bisa memanfaatkan transportasi publik yang tersedia.

Foto Bus Transjakarta menunggu penumpang

Transportasi publik jadi solusi mobilitas di ibu kota

>>> Beragam berita informatif dunia otomotif hanya di Mobilmo

Berita sama topik