Aturan Wajib Garasi; Jangan Regulasinya Yang Dinilai Negatif, Tapi Pikirkan Juga Soal Etika

09/09/2017 | Mobilmo.com

Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan kembali gencar menyuarakan aturan kepemilikan garasi bagi para pemilik mobil, baik itu badan usaha maupun pribadi. Langkah ini dilakukan sebagai wujud implementasi Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 tentang Transportasi yang telah diundangkan tiga tahun lalu, tepatnya 29 April 2014. Salah satu pasal Perda tersebut, yaitu pasal 140 dari ayat satu sampai lima mengatur kewajiban memiliki garasi bagi para pemilik kendaraan bermotor. Berbagai respon masyarakat muncul terkait dengan wacana diterapkannya aturan tersebut. Banyak yang menilai bahwa langkah pemerintah tersebut positif demi menciptakan kenyamanan dan ketertiban. Di sisi yang lain, banyak juga yang menerima namun dengan keberatan. Alasannya tidak semua orang memiliki garasi sementara dia sangat butuh memiliki mobil guna menunjang aktifitasnya. Gaikindo sendiri memilih memandang aturan ini dari sudut bisnis dan market kendaraan. Menurut Gaikindo, pemerintah perlu

Andri Yansyah, selaku kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta menuturkan, ada baiknya masyarakat tidak menilai kebijakan ini dari sisi Perda-nya saja, namun juga memandang dari sisi etika dan moral. Menurutnya, Peraturan Daerah tentang Transportasi termasuk pasal 140 yang mengatur tentang kepemilikan garasi ini dibuat juga untuk memprioritaskan etika dan moral. "Perda ini dibuat juga untuk etika. Begini, ada orang punya mobil tapi tidak punya garasi, akhirnya dia parkir di pinggir jalan yang notabennya fasilitas umum, kan jadi ganggu orang lain, etika bermasyarakatnya tidak ada," kata Andri kepada salah satu media, Jumat (8/9/2017). Andri menjelaskan, parkir kendaraan di tempat umum yang tidak semestinya buat parkir bisa mengganggu orang lain. Terlebih bila tempat tersebut adalah jalan umum yang tentu tidak bisa dipakai untuk kepentingan pribadi saja, tentu akan sangat mengganggu. Dan itu sama saja tidak memiliki toleransi bermasyarakat dan tidak beretika. Dinas Perhubungan secara tegas akan memberlakukan aturan ini dengan menerapkan sanksi derek bagi para pelanggar. Tidak hanya pelanggar aturan di pinggiran jalan besar, sanksi derek juga akan diterapkan bagi mobil yang parkir sembarangan di jalanan umum pemukiman atau perumahan. Tujuan utama dari diterapkannya sanksi pelanggar yang parkir mobil di tempat umum tidak lain hanya untuk menyadarkan para pemilik mobil kalau apa yang telah dilakukan mengganggu kepentingan orang banyak. Selain itu juga mengingatkan kembali akan pentingnya menyimpan mobil di tempat penyimpanan yang layak dan tidak mengganggu fasilitas publik. Baik itu disimpan di dalam garasi rumah, di lahan pribadi, ataupun di tempat parkir yang digunakan bersama-sama. Selain tidak mengganggu orang lain, menyimpan mobil di tempat yang layak tentu akan lebih aman dan mengurangi risiko kejahatan. "Sampai pemukiman kita kejar. Kasihan masyarakat yang tidak punya mobil jadi terganggu. Bagaimana bila ada kejadian kebakaran tapi pemadam tidak bisa masuk karena banyak parkir di pinggir jalan, bila ada yang hamil harus ke rumah sakit, tapi susah akses gara-gara mobil parkir. Harus dimengerti, pemerintah buat aturan sudah dikaji untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas," sambung Andri Yansyah.

Terkait dengan masalah sosial ini, Lurah Jati Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, Nugorho M. Bawono mengatakan konflik sosial sering kali timbul dari urusan mobil parkir sembarangan karena pemiliknya tidak memiliki garasi. Sering kali antar tetangga ribut dan cekcok sampai harus didamaikan oleh RT dan RW setempat. Belum lagi kalau ada hal-hal penting lain yang mesti butuh kecepatan seperti saat terjadi kebakaran, mobil pemadam akan terhambat masuk lokasi karena terhalang mobil yang berhenti parkir di pinggir jalan sementara jalan pemukiman tak begitu lebar. "Soal parkiran atau punya mobil tidak punya garasi bisa bikin antar tetangga ribut. Nanti RT (rukun tetangga) lagi yang menengahkan. Parkir sembarang juga repot kalau kalau ada kebakaran, pemadamnya sulit masuk," ujar Nugroho. Jadi, masing-masing pihak harus berpikir secara bijak agar implementasi Perda DKI Nomor 5 tentang Transportasi ini tidak menimbulkan gejolak yang lebih besar.